0
0
Adopsi motor listrik di Indonesia menghadapi satu kendala psikologis terbesar: range anxiety atau kekhawatiran kehabisan baterai di jalan, ditambah dengan waktu pengisian daya yang lama. Sebagai jawaban, konsep “sistem ganti baterai” atau battery swap muncul sebagai alternatif yang menjanjikan. Alih-alih mengisi daya, pengguna cukup menukar baterai kosong mereka dengan yang penuh di stasiun penukaran.
Keunggulan utama dari model ini adalah kecepatan. Proses penukaran baterai bisa diselesaikan dalam hitungan menit, bahkan lebih cepat daripada mengisi bensin. Ini secara efektif menghilangkan waktu tunggu pengisian daya yang bisa berlangsung berjam-jam, membuat pengalaman penggunaan motor listrik hampir sama praktisnya dengan motor konvensional.
Model bisnis ini, yang sering disebut Battery as a Service (BaaS), juga menurunkan harga beli awal motor listrik. Konsumen membeli motor tanpa baterai (komponen termahal), dan kemudian membayar biaya berlangganan atau biaya per penukaran. Ini membuka akses kepemilikan motor listrik bagi segmen pasar yang lebih luas.
Namun, tantangan terbesarnya adalah standarisasi. Saat ini, setiap produsen memiliki desain, ukuran, dan konektor baterai yang berbeda-beda. Tanpa adanya satu standar industri yang disepakati, stasiun swap hanya bisa melayani merek tertentu. Hal ini menciptakan ekosistem yang terfragmentasi dan membatasi kebebasan pengguna.
Di masa depan, sistem ganti baterai sangat berpotensi menjadi solusi dominan, terutama untuk penggunaan komersial seperti ojek online atau kurir logistik yang menuntut mobilitas tinggi tanpa henti. Keberhasilannya akan sangat bergantung pada kemauan para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi menciptakan standar baterai universal.
